Kisah di bawah ini mudah-mudahan mampu membuat hati yang kusut menjadi haru. Sebuah kisah tentang manusia yang mempunyai pasangan hidup yang buruk perangainya.
Pada sebuah perjalanan berburu bersama sahabatnya, karena terlalu asyik mengejar hewan buruan yang tengah ia bidik, Al-Ashma’i justru terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang pasir yang panas. Hewan yang ia bidik itu cukup lincah dan berlari menjauh dari kawanannya, tetapi Al-Asma’i terus mengejarnya. Akibatnya Al-Asma’i pun kehilangan jejak hewan buruannya, dan yang paling bahaya adalah semakin terpisah dari sahabat-sahabatnya.
Saat terik matahari terus menggarang, mulailah rasa dahaga mencekiknya. Tiba-tiba di kejauhan Al-Asma’i melihat sebuah kemah, terasing dan sendirian. Al-Ashma’i pun memacu kuda tunggangannya ke arah kemah tersebut dan kemudian bertemu penghuni yang ternyata wanita muda dan jelita. Al-Ashma’i kemudian meminta air kepada wanita muda tersebut. Wanita itu berkata, “Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Yang ada, hanya sisa dari minumanku. Kalau engkau mau, ambillah.”
Baru saja Al-Ashma’i mengambil air pemberian wanita itu, tiba-iba wajah wanita itu tampak siaga. Di arah tatapannya terlihat kepulan debu dari kejauhan.
“Suamiku datang,” kata wanita itu.
Wanita itu kemudian berlari kembali ke dalam kemah dan Al-Ashma’i melihat si wanita muda itu menyiapkan air minum dan kain pembersih. Ternyata yang disebut suami oleh si wanita muda itu adalah seorang lelaki tua bertampang jelek dan menakutkan. Dan tidak hanya itu, melihat istrinya sempat memberikan minum kepada Al-Ashma’i, ia pun tidak henti-hentinya menghardik istrinya dengan kata-kata kasar.
Al-Ashma’i berusaha menenangkan lelaki tua itu, namun lelaki itu tidak menggubrisnya, dan sebagai gantinya ia melangkah masuk ke dalam kemah untuk segera beristirahat karena rupanya lelaki tua itu terlalu lelah berkuda.
Sejak lelaki tua itu datang dan mengomel panjang lebar dengan kata-kata kasar, sang istri yang muda dan cantik itu sama sekali tidak menyahutinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut perempuan itu. Sebagai gantinya, wanita muda itu malah membersihkan kaki suaminya, tetap menyerahkan minuman dengan khidmat, dan menuntunnnya dengan mesra masuk ke kemah.
Setelah lelaki tua itu bernar-benar tertidur karena lelah, Al-Ashma’i pun undur diri untuk kembali mencari jalan pulang. Dan sebelum pergi, Al-Ashma’i bertanya, “Engkau muda, cantik, dan setia. Jarang sekali aku menemui wanita seperti dirimu. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk.”
Dan sang wanita pun menjawab, namun jawabannya itu sama sekali tidak pernah diduga dan sungguh mengejutkan Al-Ashma’i. “Rasulullah bersabda, Agama itu terdiri dari dua bagian, syukur dan sabar. Karenanya aku bersyukur karena Allah SWT telah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecantikan, dan perlindungan. Allah SWT telah membimbingku untuk selalu ingat itu. Aku telah melaksanakan setengah agamaku. Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni bersabar.”
Al-Ashma’i pun pergi dan sepanjang jalan pulang ia pun terus teringat kalimat wanita muda itu. Al-Ashma’i sadar bahwa kasih sayang Allah SWT tidak pernah akan hilang, walau tempatnya berada di tengah padang pasir, dengan kemah kumuh dan seorang suami yang buruk perangainya.
Allah Akan Memberikan Surganya Lewat Kesabaran
Seperti yang terungkap dalam kisah di atas, sesungguhnya cerita demikian telah sering terjadi dalam setiap zaman, hanya mungkin terbungkus dengan kemasan cerita yang beraneka ragam. Seorang istri yang mengeluh karena tabiat suaminya, atau suami yang mengeluh karena perangai buruk istrinya telah menjadi cerita yang mafhum.
Namun di balik itu semua, yang perlu disadari adalah, jika setiap suami atau setiap istri menyadari dan bertanggung jawab serta menunaikan tugasnya sebagai suami atau istri dengan baik dan sesuai hukum Islam, maka sesungguhnya tabiat-tabiat buruk bisa diredam atau tidak ada sama sekali.
Rumah tangga adalah rahmat, dan bagi siapa saja yang menyadarinya maka pasti ia akan melakukan hal yang paling baik untuk menjalaninya.
Jangan berkecil hati, jika memang suami atau istri kita bukanlah orang yang baik perangainya, jangan pula menghukum mereka dengan pukulan atau amarah yang besar, karena yang berhak menghukum tabiat manusia adalah Allah SWT. Jangan bersedih jika suami dan istri kita adalah orang yang tidak mau memperhatikan kita dengan baik, karena sesungguhnya jika kita mau bersabar, minimal setengah dari surga Allah SWT telah menunggu. Apakah ada hadiah paling indah selain surga dari Allah SWT karena kesabaran kita meraih qadha dan qadar-Nya? Kita pasti setuju, tidak ada hadiah yang paling baik selain itu.