Trance atau yang biasa disebut ketidaksadaran adalah bagian penting bahkan
hal pokok dalam seni tradisi jathilan. Ketidaksadaran dimaknai sebagai hilangnya
kesadaran sehingga dapat menjadi media untuk perasukan roh-roh tertentu ke dalam tubuh manusia. Babak trance
merupakan adegan yang ditunggu-tunggu penonton seni jathilan. Tanpa ada
kerasukan, jathilan dianggap tidak lengkap, bahkan tidak berdaya, tidak sakti,
sekaligus tidak seksi. Seksionalitas jathilan terdapat pada adanya pemain yang
kerasukan.
Selain jathilan, kesenian sejenis disebut jaran kepang,
kuda lumping, jaranan dan sebagainya. Tetapi intinya kesenian ini menggunakan digunakannya alat bermain
berupa kuda kepang, adanya adegan kerasukan dan mengandalkan peran pawang / dukun
dan digelar di tempat terbuka serta diiringi musik yang cenderung monoton dengan
dinamika hentakkan kendang penuh semangat.
Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, seni jathilan sangat popular dan dimainkan banyak komunitas di kampung-kampung. Jathilan memiliki kekuatan kultural yang memberikan penanda perubahan sosial.
Jathilan adalah seni yang secara realitas sosial tetap bertahan, beradaptasi dan selalu lolos dari “seleksi alam”. Meski dipandang sebagai seni rakyat rendahan, jathilan memiliki kompleksitas realsional dengan ragam teks budaya yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar